Aku ingat semuanya........
Ketika suara buih laut terdengar dari kejauhan,
aku ingat itu kapan.
Waktu itu aku masih kecil.
Belum mengenal batu karang yang berdampingan di tepi pantai,
aku juga belum fasih mendengar suara ombak yang memecah kesunyian.
Aku hanya mendengar buih dari kejauhan......
Dua tahun kemudian,
Sayap-sayap melebar di antara peluh siang hari.
Terbang diatas ketakutanku.
dan aku ingat itu kapan.
Waktu itu aku sedang menangis,
Tidak peduli diatas pasir ini banyak pohon kelapa,
Mengundangku untuk berteduh.
aku terus larut dalam heningnya isakku, surutnya kebebasanku.
tetap aku berdiri terpanggang matahari.
Aku tidak peduli.......
Tahun berikutnya, masih di hadapan sang laut.
Di bawah langit aku bersila.
Dialasi rajutan daun kelapa
Menjalani peranku untuk tidak bernyanyi, karena suaraku parau.
Aku memilih menjadi manusia bisu.....
Jika aku bernyanyi, seluruh dunia akan tertawa,
atau bahkan murka !
karena partiturnya ber-konotasi ragu,
meski untuk dia, itu sangat merdu.......
karena lagu itu hanya untuk Tuhan, dia, dan aku.
Hari ini,
Aku mematung,
kadang bergerak sedikit untuk mencari tahu dia ada disini.
Berdiri bersama sebuah lukisan indah
yang menjadi bentuk pemujaanku kepada kuasa-Nya.
Padanya terdapat carut marut kepedihan, kesakitan,
dan mewahnya kepedulian perasaan.
Tak ragu lagi aku bersenandung sambil menorehkan namamu di kanvasnya;
"Aku melukis kamu, wahai sosok diujung mataku........."
aku ingat itu kapan.
Waktu itu aku masih kecil.
Belum mengenal batu karang yang berdampingan di tepi pantai,
aku juga belum fasih mendengar suara ombak yang memecah kesunyian.
Aku hanya mendengar buih dari kejauhan......
Dua tahun kemudian,
Sayap-sayap melebar di antara peluh siang hari.
Terbang diatas ketakutanku.
dan aku ingat itu kapan.
Waktu itu aku sedang menangis,
Tidak peduli diatas pasir ini banyak pohon kelapa,
Mengundangku untuk berteduh.
aku terus larut dalam heningnya isakku, surutnya kebebasanku.
tetap aku berdiri terpanggang matahari.
Aku tidak peduli.......
Tahun berikutnya, masih di hadapan sang laut.
Di bawah langit aku bersila.
Dialasi rajutan daun kelapa
Menjalani peranku untuk tidak bernyanyi, karena suaraku parau.
Aku memilih menjadi manusia bisu.....
Jika aku bernyanyi, seluruh dunia akan tertawa,
atau bahkan murka !
karena partiturnya ber-konotasi ragu,
meski untuk dia, itu sangat merdu.......
karena lagu itu hanya untuk Tuhan, dia, dan aku.
Hari ini,
Aku mematung,
kadang bergerak sedikit untuk mencari tahu dia ada disini.
Berdiri bersama sebuah lukisan indah
yang menjadi bentuk pemujaanku kepada kuasa-Nya.
Padanya terdapat carut marut kepedihan, kesakitan,
dan mewahnya kepedulian perasaan.
Tak ragu lagi aku bersenandung sambil menorehkan namamu di kanvasnya;
"Aku melukis kamu, wahai sosok diujung mataku........."
0 Comments:
Post a Comment
<< Home