Balon...
Waktu aku harus memilih,
Aku memilih yang warna merah.
Simbol berani, amarah, dan cinta...
Sekarang, benarlah...
Aku menjadi perempuan yang - kata orang - pemberani.
Tapi kenyataannya ada hal yang aku tidak boleh BERANI.
Ingin teriak, karena sang pemberani dihalang-halangi !
Bagaimanapun aku harus BERANI.
Menolak keberanian itu sendiri.
Dan aku sedang menjadi seoarang pemberani yang berani melawan keberanian itu...
Kamu pasti tahu.
Aku juga manusia yang penuh dengan amarah.
Akan ketidakpuasan pada beberapa lembar masa laluku.
Yang terlalu putih hingga mataku silau,
atau terlalu hitam sampai mataku tak bisa melihat.
Tapi kini aku dipenuhi AMARAH baru.
Ingin marah, walau harus kureda !
Aku tidak boleh MARAH.
Yang harus kumarahi adalah diriku sendiri.
Dan aku akan marah jika aku marah karena termakan amarah...
Kamu juga pasti mengerti, apa ini.
Oh iya...
Aku-pun wanita yang memiliki cinta.
Cinta Engkau, ya Tuhan-ku...
Cintaku pada seorang bocah mungil yang mirip ayahnya,
juga cinta pada sang ayah yang menurunkan sifatnya pada anakku.
Cintaku juga pada keluarga ibu dan ayahku,
Tak ketinggalan cintaku pada keluarga suamiku juga.
Eh, ternyata...
aku punya cinta yang lain.
Yang tak terukur, melebihi cintaku pada semua itu.
Cintaku pada diri ini.
Begitu hebat hingga kadang aku lupa.
Aku rela mencintai kepedihan untuk kebahagiaan semua itu.
Dan lagi-lagi aku yakin,
kamu sangat memahami aku untuk hal ini.
Jika aku harus memilih balon lagi,
aku tetap akan memilih yang warna merah.
Bukan untuk aku,
tapi untuk kamu...............................................
Aku memilih yang warna merah.
Simbol berani, amarah, dan cinta...
Sekarang, benarlah...
Aku menjadi perempuan yang - kata orang - pemberani.
Tapi kenyataannya ada hal yang aku tidak boleh BERANI.
Ingin teriak, karena sang pemberani dihalang-halangi !
Bagaimanapun aku harus BERANI.
Menolak keberanian itu sendiri.
Dan aku sedang menjadi seoarang pemberani yang berani melawan keberanian itu...
Kamu pasti tahu.
Aku juga manusia yang penuh dengan amarah.
Akan ketidakpuasan pada beberapa lembar masa laluku.
Yang terlalu putih hingga mataku silau,
atau terlalu hitam sampai mataku tak bisa melihat.
Tapi kini aku dipenuhi AMARAH baru.
Ingin marah, walau harus kureda !
Aku tidak boleh MARAH.
Yang harus kumarahi adalah diriku sendiri.
Dan aku akan marah jika aku marah karena termakan amarah...
Kamu juga pasti mengerti, apa ini.
Oh iya...
Aku-pun wanita yang memiliki cinta.
Cinta Engkau, ya Tuhan-ku...
Cintaku pada seorang bocah mungil yang mirip ayahnya,
juga cinta pada sang ayah yang menurunkan sifatnya pada anakku.
Cintaku juga pada keluarga ibu dan ayahku,
Tak ketinggalan cintaku pada keluarga suamiku juga.
Eh, ternyata...
aku punya cinta yang lain.
Yang tak terukur, melebihi cintaku pada semua itu.
Cintaku pada diri ini.
Begitu hebat hingga kadang aku lupa.
Aku rela mencintai kepedihan untuk kebahagiaan semua itu.
Dan lagi-lagi aku yakin,
kamu sangat memahami aku untuk hal ini.
Jika aku harus memilih balon lagi,
aku tetap akan memilih yang warna merah.
Bukan untuk aku,
tapi untuk kamu...............................................
0 Comments:
Post a Comment
<< Home