Thursday, January 10, 2008

hatiku di 17 September 1989

Ada buku kecil warna putih. Ada gemboknya juga! Mami memang sangat mengerti kalau hari ini anaknya berumur 12 tahun; usia dimana sudah sewajarnya jika payudara mulai tumbuh, rasa malu untuk bercerita sepenuhnya kepada orang tua sudah mulai berkurang kadar kejujurannya, sudah mulai malu menangis di depan orang banyak, dan hei…! Mami sangat paham jika aku sedang menyukai seorang laki-laki! She’s a good mom for us. Untuk hal-hal baru yang dialami anak-anaknya, beliau akan sangat antusias untuk (paling tidak) menyediakan sarananya. Seperti hari ini, anak belia-nya yang sebentar lagi akan menjadi seorang perawan, beliau menghadiahiku sarana untuk pengakuanku yang sejujurnya atas apa yang akan menjadi peranku setiap hari kedepan. Makasih, Mam !

Hari ini juga aku senang. Karena biasanya, jam 3 sore begini laki-laki setengah baya kami sudah di rumah, dan itu artinya kebebasanku untuk menonton TV atau main dengan teman-teman tetangga rumahku akan sedikit terhenti. Laki-laki bertubuh kecil tegap itu bak seorang pak polisi yang selalu mengatur jalannya lalu lintas kegiatan di rumahku. Seisi rumah sangat segan pada beliau. Tapi hormat penuh juga. Hari ini nampaknya Papi pulang kerja agak lebih sore dari biasanya. Kok beliau lupa ya, tadi pagi tidak mengucapkan SELAMAT ULANG TAHUN padaku… Tapi tak apalah…! Urusannya banyak. Bukan hanya mengingat satu-satu hari ulang tahun anaknya yang lima orang itu.

Buku ini belum selembar-pun ternoda. Aku masih senang melihatnya kosong. Aku berencana besok saja aku menulis disini, setelah kado selanjutnya dari Papi sudah aku terima. Tapi sampai malam, Papi belum juga mengucapkan kalimat itu. Apalagi kado-nya...! Ya sudah ah, sekarang saja aku buat puisi di lembar pertamanya...


KADO BUAT MAMI DAN PAPI

Kado buat aku dari Mami sudah ada.

Sampulnya putih – tanda kepolosan yang masih begitu lekat denganku.

Lembar-lembarnya merah muda, biru, dan kuning pupus – tanda keperawananku yang sebentar lagi akan datang.

Berkunci – tanda kerahasiaanku yang akan terjamin.

Tapi dari Papi belum ada.

Raut mukanya saja tidak enak dibaca.

Masalah apa lagi yang menghampiri, Papiku sayang ?

Sini, ngobrol sama aku. Nanti aku buat puisi buat Papi.

Supaya Papi bisa senyum lagi sama aku.

Dan ulang tahunku akan Papi ingat lagi, bahwa jatuhnya adalah di hari ini...

Aku tahu, masalah Papi dan Mami sama banyaknya.

Tapi kadang berbeda isinya.

Ngomong-ngomong, puisi ini buat kalian berdua ya.

Dibagi2 deh… seperti kalian membagi suka dan derita dari kami.

Anak-anak kalian yang berbeda, tapi satu tujuan;

KITA SEMUA SAYANG SAMA MAMI DAN PAPI.

Inget terus ya……!!!

Note : Pap, masih ada besok lusa kok untuk aku mendengar kalimat itu. Santai aja Pap! Aku bisa sabar kok, seperti Papi sabar menunggu kelahiranku dulu……………

Wednesday, January 09, 2008

SEPULUH !!

Aku sedang berlabuh.
Ada disini, aku tidak pernah JENUH!
......................................................................
......................................................................
......................................................................
......................................................................
......................................................................
Tiba-tiba aku melihat sauh.
Sekejap dayung ini terkayuh.
Aku berpeluh.
Hatiku sudah penuh.
Tapi ada separuh.
Yang belum tersentuh.
Aku rapuh.
Diriku terbasuh.
Hatiku mengaduh.
Jantungku gaduh.
Emosiku kisruh.
Cintaku luruh.
Aku berani bertaruh,
Nilainya pasti sepuluh.
Aku sudah jatuh.
Lalu tersesat jauh...
Di pulau yang sangat teduh.....